ETIKA PENELITIAN*

Oleh Mintarsih Adimihardja

(Makalah untuk disajikan dalam penataran Metodologi Penelitian MIPA yang disponsori HEDS-USAID dan dilaksanakan oleh Persiapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada tanggal 1 – 5 Maret 1994 di Bandar Lampung.)

PENDAHULUAN

Ilmu pada dasarnya merupakan pengetahuan yang didasarkan kepada “apa adanya” (das Sein) yang menolak premis moral yang bersifat “seharusnya” (das Sollen), namun keduanya tidak saling terlepas. Ilmu dapat dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang mencerminkan das Sollen. Demikian juga, dalam melaksanakan penelaahan das Sein harus berlandaskan prinsip-prinsip yang bersumber kepada das Sollen. Karena itu, pengetahuan mengenai prinsip-prinsip tersebut merupakan hal yang penting untuk diketahui peneliti agar tujuan moral yang terkandung dalam keilmuan dapat tercapai.

Prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan profesi biasanya dituangkan dalam peraturan normatif yang disebut kode etik (code berarti kumpulan peraturan dan hukum yang menyeluruh dan disusun secara sistematis).

Penelitian menyangkut beberapa tahap: dimulai dari persiapan (penentuan gagasan, pengumpulan informasi, dan

‘________________

* Makalah untuk disajikan dalam penataran Metodologi Penelitian MIPA yang disponsori HEDS-USAID dan dilaksanakan oleh Persiapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada tanggal 1 – 5 Maret 1994 di Bandar Lampung.

** Dosen Universitas Lampung

bahan lainnya), pelaksanaan, dan komunikasi hasil penelitian. Karena itu, dalam makalah ini selain pengertian etika, juga dibahas mengenai landasan moral dalam kegiatan ilmiah secara umum, etikan penelitian, serta etika dan etiket diskusi ilmiah. Kata moral atau moralitas sering digunakan secara sinonim dengan kata etika. Dalam Kehidupan sehari-hari kata etika (ethics) sering dipertukarkan atau dianggap sama dengan kata etiket. Kedua istilah ini mempunyai pengertian dan penggunaan yang berbeda sekalipun dalam kasus-kasus tertentu, apa yang disebut pelanggaran etiket (tidak sopan) juga dapat berupa pelanggaran etika (tidak etis).

Etika

Kata “ etika” mempunyai dua arti. Pertama, etika sebagai suatu cabang filosofi; kedua, sebagai objek atau materi dalam kajian filosofi tersebut. Filosofi moral meliputi dua masalah utama: (a) meta – etika yang menganalisis arti dan sifat elemen moral normatif dalam tindakan, pikiran, serta bahasa manusia dan (b) etika normatif yang menyangkut penilaian elemen tersebut dengan memberikan dan menilai kriteria untuk membenarkan peraturan dan penilaian (judgment) tentang hal yang secara moral disebut benar dan salah atau baik dan buruk. Etika normatif mempunyai implikasi langsung dengan tindakan, sifat, institusi, dan cara hidup manusia yang seharusnya.

Pertanyaan utama dalam etika normatif adalah “ apa kriteria untuk menentukan tindakan yang secara moral disebut salah dan benar?” Para filsuf memberikan jawaban yang berbeda-beda untuk pertanyaan ini. Secara umum, ada dua macam jawaban yaitu cara deontologi (Yunani: deontos ‘ kewajiban’) dan teleologi (Yunani : teleios ‘ tujuan’).

Deontologi bersangkutan dengan pertimbangan yang didasarkan kepada peraturan (hukum) atau karena secara inherent benar, memberikan kewajiban absolut, dan memberikan kriteria formal (ketidakbiasan, ketidakprejudisan). Teleologi menganjurkan keputusan etis didasarkan pada akibat yang ditimbulkannya dan memberikan kriteria substantif seperti kesenangan atau kebahagiaan. Teori deontologi kadang-kadang memasukkan kriteria teleologis. (Paradidoks Sokrates: lebih baik menderita ketidakadilan daripada berbuat tidak adil, sebab tindakan apapun (tanpa mempedulikan sebesar apa pun yang diberikan kepada si pelaksana) sama sekali tidak baik jika kesenangan itu terjadi dari hal yang secara moral tidak baik.)

Teori teleologis memungkinkan sifat relatif moralitas. Sifat relatif moralitas ini memungkinkan orang untuk mengambil keputusan atas dua pilihan tindakan yang harus diambil (pilihan etis).

Moralitas mempunyai dua dimensi. Pertama, dimensi hukum yang berfokus pada hukum-hukum dan prinsip-prinsip, universal, rasional, dan objektif (tanpa pamrih, tidak memihak, bebas kepentingan, dan bebas kekuasaan), taat hukum (“kewajiban demi kewajiban”), dan tidak bersifat perorangan. Orang harus bertindak berdasarkan prinsip-prinsip, mengerti prinsip-prinsip itu, dan berbuat demi prinsip itu. Sebagai contoh : tanpa pandang bulu, kapan pun, dimana pun, siapa pun wajib membayar utang, bukan karena berutang itu merupakan hal yang memalukan dan merugikan, melainkan semata-mata karena membayar utang itu kewajiban.

Dimensi yang kedua adalah dimensi kebijakan yang memberi penilaian pada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus misalnya kebajikan, rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan apresiasi terhadap persahabatan. Dari pandangan ini, seseorang yang taat hukum saja tidak cukup untuk disebut hidup etis jika tidak mempunyai rasa persahabatan dan cinta kasih.

Etiket (Tata Krama)

Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat). Etiket didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol (protocol [ Prancis ] ; protocollum [Latin ]).

Etiket antara lain menyangkut cara berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan menerima telepon, bertamu, dan berkenalan.

Seorang pakar etiket mengatakan bahwa etiket merupakan “kosmetika” atau “pemoles” untuk etika. Etika menyangkut “bagian dalam” manusia dan etiket adalah “kosmetika” –nya.

LANDASAN MORAL DALAM

PENELITIAN

Suriasumantri mendaftar asas moral yang melatarbelakangi ilmu :

1. Bertujuan untuk menemukan kebenaran.

2. Dilakukan dengan penuh kejujuran.

3. Bebas kepentingan.

4. Berdasarkan kekuatan argumentasi.

5. Mempercayai cara berpikir rasional.

6. Mempercayai verifikasi argumentasi.

7. Secara objektif berdasarkan kenyataan faktual.

8. Mempercayai sifat kritis dalam menarik kesimpulan.

9. Bersifat terbuka terhadap kritik dan kebenaran lainnya.

10. Bersifat pragmatis.

11. Bersifat

  1. Tidak mengubah kodrat manusia.
  2. Tidak merendahkan martabat manusia.
  3. Tidak mencampuri permasalahan dalam kehidupan.
  4. Netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatis dalam menafsirkan hakikat realitas.

12. Meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat, martabat, dan keseimbangan alam.

Etika Penelitian

Semua tahap penelitian disertai dengan landasan moral.

Objek penelitian

Objek penelahaan seyogianya ditujukan untuk kesejahteraan umat manusia yang berkelanjutan tanpa mengubah kodrat manusia dan tidak mencampuri masalah kehidupan. Kodrat manusia antara lain bahwa manusia diciptakan berbeda-beda. Dengan demikian, rekayasa genetika yang ingin membuat manusia menjadi seragam termasuk objek telaahan yang tidak etis.

Ketidaketisan dapat juga menyangkut gagasan. Jika gagasan tentang objek penelitian itu berasal dari orang lain, peneliti harus meminta izin kepada yang mempunyai gagasan. Jika gagasan itu merupakan gagasan pemberian, hal ini harus dinyatakan dalam pelaporan. Jika hal ini tidak dilakukan, peneliti dianggap telah melakukan plagiat. Plagiat juga menyangkut pencurian gagasan.

Mungkin saja terjadi dua orang tanpa berkomunikasi, mengerjakan penelitian dengan topik yang sama. Dalam kasus seperti ini, orang yang dianggap mempunyai gagasan pertama adalah orang yang lebih dahulu melaksanakan publikasi sekalipun memulai penelitian bahkan belakangan.

Pengumpulan informasi

Kejujuran dan penghargaan terhadap karya orang lain sangat tampak dalam berbagai peraturan tentang penulisan. Para ilmuwan bahkan mempunyai cara untuk berkomunikasi dengan berbagai format dan teknik penulisan.

Hormat kepada penulis lain, sangat tampak dalam mengutip tulisan orang lain secara langsung (tanpa parafrase/ alih kata) misalnya harus dikutip semuanya bahkan dengan kesalahcetakannya. Pengutip diberi cara untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa dia tahu kesalahan tersebut. Apa pun perubahan yang dibuat terhadap tulisan yang dikutip secara langsung, harus diberitahukan kepada pembaca. Informasi yang diberikan secara lisan harus juga dinyatakan apakah dalam naskah ataukah berupa cacatan kaki.

Kutipan tidak langsung harus dialih kata atau diringkas. Pinjaman pendapat/temuan tidak langsung yang ditulis tanpa dialih kata atau diringkas dianggap sebagai tindakan yang tidak benar.

Pencurian gagasan sering terjadi dalam suatu percakapan, waktu seseorang menceritakan gagasan awal atau hasil penelitian awal lalu ditulis oleh si pendengar tanpa izin dari yang mempunyainya. Beveridge menyebut orang yang seperti ini sebagai bandit ilmiah (scientific bandit).

Pelaksanaan penelitian

Semua bantuan apakah berupa bahan, gagasan, metode, artikel yang memberikan metode yang digunakan, tenaga, dan berbagai hal lain yang membantu memperlancar penelitian harus di-acknowledged dalam ucapan terima kasih.

Berbagai hal yang memungkinkan ada pengaruhnya terhadap pengukuran/pengamatan harus dicatat dan ditulis dalam laporan. Landasan moral tentang kejujuran berlaku juga untuk hal ini. Secara moral, penelitian yang dilakukan harus dapat diulang atau diverifikasi oleh orang lain. Karena itu berbagai hal yang menyangkut pelaksanaan penelitian harus ditulis/dilaporkan secara rinci dan akurat. Hal ini akan menjamin sifat reproducibility suatu penelitian yang merupakan bagian dari etika keilmuan.

Penulisan laporan

Plagiarisme juga menyangkut tulisan ilmiah yang dibuatkan orang lain, memodifikasi tulisan orang lain, atau menyuruh orang lain untuk memodifikasi tulisan orang lain untuk diakui sebagai tulisannya, atau menumpangkan nama dalam suatu tulisan yang dalam seluruh proses terjadinya tidak tahu-menahu.

Cara-cara lain yang tidak etis yang juga mungkin terjadi adalah seseorang yang sebetulnya hanya tercatat nama tetapi tidak melakukan atau hanya mengawasi suatu penelitian, pada waktu hasil penelitian dipublikasikan, namanya ditulis sebagai pertama. Beveridge menyatakan bahwa yang menjadi penulis pertama adalah penulis senior. Namun, pengertian senior di sini adalah orang yang melakukan hampir semua pekerjaan itu dan bukan senior dalam umur atau jabatan. Demikian juga, orang yang melakukan penelitian di bawah bimbingan orang lain tidak dapat mengakui penelitian itu sebagai hasil pribadi.

Contoh lain yang mungkin dapat dikatakan tidak etis adalah penggunaan analisis statistika yang hanya ditujukan untuk mensahkan apa yang diinginkan bukan apa adanya (misuse and abuse of statistics), pengambilan sampel yang tidak mengikuti kaidah-kaidah yang seharusnya, atau analisis yang dilakukan tanpa memperhatikan asumsi-asumsi yang berlaku. Hal – hal ini tidak etis karena perbuatan ini dapat dikategorikan tidak jujur/berdusta bukan hanya karena mendustakan cara, tetapi juga mungkin mendustakan hasil karena didapat dengan analisis yang tidak sah.

Hal yang perlu diingat bahwa sifat ilmu adalah pragmatis yang dari perspektif waktu berarti kebenaran yang terkandung hanya sementara sebelum bukti yang lebih kuat muncul (Suriasumantri, 1985) atau suatu hipotesis hanya bisa teruji ketidakbenarannya bukan kebenarannya; suatu hipotesis yang tidak teruji ketidakbenarannya hanya dapat dikatakan bahwa hipotesis tersebut sahih sampai ada bukti yang dapat menunjukkan ketidabenarannya (Nasoetion, 1982).

Kesombongan akademik

Suatu hal yang harus dihindarkan oleh para ilmuawan adalah kebanggaan akademik yang palsu. Hal ini berlaku bagi orang-orang yang menganggap “enteng” ilmu yang ditekuni orang lain atau cara-cara yang digunakan orang lain. Orang yang seperti ini mungkin termasuk orang-orang yang menurut Bacon penganut idola specus (prasangka khas perseorangan yang membuat manusia terkurung dalam guanya sendiri dan tertutup matanya terhadap hal yang di luar guanya). Bacon menggunakan empat idola yang menghambat manusia dalam menafsirkan tentang alam (interpretatio naturae) secara benar yaitu (a) idola tribus (tribus: umat manusia pada umumnya) yaitu menarik kesimpulan tanpa dasar yang cukup, ( b) idola specus (specus: gua), (c) idola fori (forum: pasar) yaitu pembicaraan umum yang diterima begitu saja, dan (d) idola theatri (theatrum: panggung).

Ilmuwan yang berhasil kebanyakan bersifat rendah hati. Mereka menyadari akan keterbatasannya, semakin mengenal rahasia alam semakin sadar betapa banyaknya yang belum mereka ketahui. Bahkan, apa yang telah mereka capai pun masih berpeluang untuk salah. Seperti kata Darwin, kalau kita tidak hati-hati alam pun dapat berdusta.

DISKUSI ILMIAH

Pengertian Umum

Kata diskusi berasal dari bahas Latin discutio atau discusum yang berarti bertukar pikiran. Dalam bahasa Inggris digunakan kata discussion yang berarti perundingan atau pembicaraan.

Dari segi istilah, diskusi berarti perundingan/bertukar pikiran tentang suatu masalah: untuk memahami, menemukan sebab terjadinya masalah, dan mencari jalan keluarnya. Diskusi ini dapat dilakukan oleh dua-tiga orang, puluhan, dan bahkan ratusan orang.

Pada hakikatnya, diskusi merupakan suatu cara untuk mengatasi masalah dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu, diskusi merupakan kegiatan kerja sama yang mempunyai cara-cara dasar yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.

Diskusi kelompok berlangsung jika orang-orang yang berminat dalam suatu masalah khusus berkumpul dengan sengaja untuk mendiskusikan suatu hal untuk menyelesaikan suatu masalah. Bagi suatu diskusi yang efektif, istilah kelompok merupakan suatu keseluruhan yang dinamis dengan sifat-sifat yang berbeda dari sifat-sifat anggota-anggota kelompok secara perseorangan.

Gagasan-gagasan yang dihasilkan suatu kelompok tidak akan dapat dihasilkan oleh satu anggota kelompok secara pribadi. Dalam mencapai tujuan diskusi, pribadi-pribadi dalam suatu kelompok saling tergantung satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan akhir yang bersifat tunggal. Agar tidak kehilangan arah, salah seorang dari peserta diskusi harus bertindak sebagai ketua/pemimpin/moderator.

Karena adanya partisipasi anggota diskusi, maka kesimpulan yang dihasilkan merupakan hasil pemikiran bersama.

Diskusi Ilmiah

Kata ilmiah pada diskusi ilmiah memberikan makna khusus. Diskusi tersebut mempunyai cara-cara yang lebih khusus dan kesimpulan yang dihasilkan oleh diskusi tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu.

Perbedaan itu terutama disebabkan bukan hanya karena materinya yang harus menyangkut keilmuan, tetapi juga karena asas moral yang melatarbelakangi ilmu.

Asas moral tersebut sangat mempengaruhi teknik berdiskusi dan hasil diskusi. Dengan asa moral seperti itu, semua proses dalam pelaksanaan diskusi dari persiapan diskusi sampai penyebarluasan simpulan harus memenuhi etika keilmuan.

Macam-Macam Diskusi

Ada beberapa macam diskusi yang dapat digunakan baik untuk diskusi ilmiah maupun nonilmiah.

Diskusi meja bundar

Jika jumlah diskusi tidak terlalu banyak ( 5 --- 15 orang), diskusi meja bundar dapat dilakukan. Seorang ketua ditunjuk untuk memimpin diskusi.

Diskusi berkelompok (buzz groups)

Jika peserta banyak dan yang didiskusikan bermacam-macam, diskusi dapat dilaksanakan dalam kelompok – kelompok. Tiap kelompok dipimpin oleh seorang ketua (kelompok). Demikian juga, diskusi antar kelompok dipimpin oleh seorang ketua.

Diskusi panel

Diskusi panel merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh sekelompok orang di hadapan sekelompk pendengar mengenai suatu masalah tertentu yang telah dipersiapkan sebelumnya. Diskusi dipimpin oleh seorang moderator.

Pada saat diskusi, para anggota panel duduk berjejer menghadap ke arah para pendengar. Moderator duduk di tengah para anggota panel.

Urutan diskusi :

1. Pendahuluan. Pertama-tama, ketua mengumumkan pokok pembicaraan dan menjelaskan berbagai istilah yang harus didefinisikan. Setelah itu, ketua memperkenalkan para anggota panel dan mengemukakan tahap khusus pokok pembicaraan yang akan diutarakan setiap anggota panel.

2. Pembicaraan prasaran oleh para anggota panel. Setelah diperkenalkan, anggota panel secara bergiliran menyampaikan prasaran mereka.

3. Diskusi bebas. Setelah para anggota panel selesai mengemukakan prasaran, anggota panel dipersilakan untuk memberikan komentar terhadap gagasan lain, menerangkan berbagai hal yang memerlukan penyelesaian yang lebih rinci, dan mempertahankan pernyataan yang ditentang.

4. Peran serta pendengar. Kalau diskusi antarpanelis telah dianggap cukup, ketua/moderator mempersilakan para pendengar untuk mengemukakan pendapat atau pertanyaan mereka kepada anggota panel.

5. Rangkuman. Pada akhir diskusi, ketua merangkum hasil diskusi dengan jalan menyatakan butir – butir yang sama-sama disepakati, yang masih menimbulkan perbedaan pendapat, dan butir-butir yang tidak disepakati anggota panel dan pendengar.

Seminar

Kata seminar berasal dari kata Latin semin yang berarti “benih”. Jadi, seminar berarti “ tempat benih-benih kebijaksanaan”. Seminar merupakan pertemuan ilmiah yang dengan sistematis mempelajari suatu topik khusus di bawah pimpinan seorang ahli dan berwenang dalam bidang tersebut.

Ketua duduk di depan bersama pembicara dan (para) penyanggah. Setelah ketua memberikan pengantar, pemrasaran membawakan makalah, kemudian secara bergiliran penyanggah melancarkan sanggahannya. Setelah berbagai komentar dan sanggahan ditanggapi pemrasaran, pendengar diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan pertanyaan.

Konferensi

Konferensi sebagai suatu bentuk diskusi kadang-kadang mengacu kepada diskusi untuk pengambilan tindakan. Konferensi berusaha membuat suatu keputusan yang akan diikuti dengan tindakan berdasarkan keputusan itu. Dalam Ensiklopedia Indonesia F-M, konferensi diartikan sebagai pembicaraan, permusyawaratan, rapat yang terutama dipakai untuk pertemuan antara wakil-wakil dari berbagai negara untuk membicarakan kepentingan-kepentingan bersama.

Konfrensi sering dipertukargunakan dengan kongres. Dalam Ensiklopedi Indonesia F-M, kongres didefinisikan sebagai :

(1) Rapat yang diselenggarakan oleh suatu partai dan dihadiri oleh wakil-wakil dari semua cabang partai tersebut. Kongres biasanya dilakukan sekali setahun untuk menentukan garis besar aktivitas partai.

(2) Pertemuan antarwakil berbagai negara. Biasanya lebih penting daripada konfrensi biasa.

Lokakarya (Workshop)

Lokakarya merupakan pertemuan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan peserta dengan menggunakan berbagai jenis metode pertemuan.

Lokakarya dimulai dengan pandangan umum tentang masalah yang akan dipecahkan. Sesudah itu, peserta dibagi dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok didampingi oleh penasehat ahli. Dalam lokakarya, masalah yang dibahas spesifik, diskusi dan pengkajian sangat terarah dan mendalam secara teknis, dan kesimpulan/keputusan diambil sebagai hasil lokakarya.

Rapat kerja

Rapat kerja adalah suatu pertemuan wakil-wakil eselon suatu badan/instansi untuk membahas suatu masalah sesuai dengan tugas/fungsi badan/instansi yang bersangkutan untuk mendapatkan keputusan mengenai masalah yang sedang dihadapi.

Rapat kerja membahas masalah yang jelas/spesifik, dilakukan dengan terarah dan terpimpin, menghasilkan keputusan, dan dipimpin oleh pimpinan badan/instansi yang bersangkutan.

Simposium

Simposium merupakan pertemuan terbuka dengan beberapa pembicara yang menyampaikan ceramah pendek mengenai aspek yang berbeda tetapi saling berkaitan tentang suatu masalah. Simposium dipimpin oleh seorang ketua yang bertugas mengatur jalannya diskusi. Pendengar bertanya dan para ahli menjawab.

Kolokium

Beberapa ahli diundang untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan pendengar mengenai topik yang ditentukan. Bedanya dengan simposium, dalam kolokium para ahli tidak mengajukan (makalah) prasaran.

Debat

Debat berarti berbicara kepada lawan untuk membela pendirian/pendapatnya atau menyerang pendirian/pendapat lawannya. Debat dapat juga dilakukan antar kelompok. Debat dipimpin oleh seorang ketua .

Fishbowl

Panitia menyediakan kursi dalam bentuk setengah lingkaran .Ketua duduk pada kursi yang di tengah menghadap kepada pendengar. Kursi-kursi di sebelah ketua diduduki oleh para ahli dan yang di sebelah kanan kosong. Setelah ketua memberi penjelasan, mereka yang ingin bertanya maju dan duduk pada kursi kosong dan mengajukan pertanyaan yang akan dijawab oleh para ahli. Para penanya bergantian maju dan menduduki kursi yang kosong.

Curah pendapat (brainstorming)

Dalam metode ini, suatu persoalan diajukan dan peserta diminta mengemukakan saran secara cepat dan spontan. Semua dicatat di papan tulis atau pada kertas. Pada dasarnya, semua masukan diterima. Kemudian, seluruh kelompok mengevaluasi masukan-masukan tersebut.

Bull session

Diskusi ini bersifat informal. Pada umumnya, diskusi tipe ini tidak dipimpin dan mungkin efektif untuk digunakan pada waktu senggang.

.lh8

Etiket dan Etika

Berdiskusi

Penyelenggara

Dalam penyelengaraan suatu diskusi, kepanitiaan biasanya terdiri dari ketua umum, panitia pengarah, dan panitia pelaksana. Sebaiknya ketua umum juga merangkap keanggotaan panitia pengarah agar pelaksanaan diskusi sesuai dengan permasalahan yang ingin diatasi.

Tugas panitia pengarah dan pelaksana tergantung dari tujuan, jenis, dan “besarnya” cakupan diskusi.

Tugas panitia pengarah

Panitia pengarah bertugas :

1. Menerjemahkan tujuan diskusi secara jelas dan rinci.

2. Menerjemahkan tujuan diskusi ke dalam topik-topik diskusi (yang sesuai).

3. Menentukan pemakalah yang akan diminta menulis dan membawakan topik diskusi.

4. Menyusun jadwal kegiatan diskusi.

5. Menyusun tim perumus jika diperlukan suatu tim perumus.

6. Menulis laporan hasil diskusi.

7. Menyunting makalah baik sebelum maupun sesudah presentasi.

8. Menyunting rumusan diskusi.

9. Menyusun proseding hasil diskusi.

Panitian Pelaksana

Tugas pelaksana adalah menyukseskan diskusi dengan menyiapkan sarana diskusi. Kadang-kadang hal yang dianggap kecil sering menjadi batu sandung keberhasilan penyelenggaraan diskusi.

Hal yang tidak layak, jika peserta diskusi sudah hadir dan penyelenggara masih sibuk menyiapkan overhead proyektor misalnya. Lebih tidak layak lagi, jika tamu sudah datang, petugas belum hadir. Pembicara sudah hampir selesai dengan prasarannya, air bening baru dihidangkan.

Hal-hal penting bagi petugas pelaksana dalam kesekretariatan:

1. Semua kelengkapan diskusi harus sudah dicek sehari sebelum diskusi dimulai. Suku cadang berbagai peralatan harus disiapkan.

2. Nama peserta, pemrasaran, atau siapa pun yang terlibat dalam diskusi jangan diubah.

3. Baik ejaan maupun redaksi makalah lebih lebih isinya jangan diubah.

4. Orang yang diundang untuk menyajikan suatu makalah hendaknya tahu betul apa yang diharapkan darinya. Term of reference diskusi dan judul prasaran orang lain hendaknya disertakan dalam surat permintaan untuk menjadi pemrasaran supaya pemrasaran dapat menyiapkan prasarannya sesuai dengan tujuan diskusi.

5. Makalah yang telah disunting panitia pengarah hendaknya segera disampaikan kepada pemakalah untuk mendapat persetujuan.

6. Setelah selesai diskusi, segera menulis laporan pelaksanaan dan meggabungkan dengan laporan panitia pengarah.

7. Mengirimkan proseding hasil diskusi kepada individu/instansi yang terkait dengan diskusi.

Ketua Diskusi

Setiap jenis diskusi mempunyai ketua/moderator yang didampingi oleh seorang para penulis agar hasil diskusi dicatat secara sistematis.

Seorang moderator yang baik tidak bertindak sebagai komandan, guru, lebih-lebih bukan sebagai penceramah/pemakalah tandingan. Tugas seorang moderator adalah mengatur lalu lintas pembicaraan dalam diskusi. Ia harus memberikan arah yang jelas dan selalu mendorong peserta diskusi agar selalu bergerak maju. Jika terjadi kelambanan, ia harus mampu melancarkan kembali jalannya diskusi. Juga, jika pembicaraan menyimpang dari garis yang telah ditentukan, ketua harus mampu meluruskan kembali.

Supaya dia dapat menjalankan perannya agar diskusi berjalan lancar, tertib, dan mencapai tujuan, seorang moderator harus mampu menghargai setiap pendapat yang dikemukakan dalam diskusi, sabar, jujur, ramah, dan tidak berat sebelah.

Hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang ketua:

1. Menyiapkan diskusi secara matang. Membaca, membuat catatan, dan berpikir tentang masalah yang didiskusikan merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan seorang ketua/moderator.

2. Mengumumkan judul atau masalah dan mengemukakan tujuan diskusi.

3. Menyediakan serta menetapkan waktu. Moderator harus menyediakan waktu untuk mengucapkan kata-kata pendahuluan, diskusi, dan suatu rangkuman singkat.

4. Menjaga keteraturan diskusi. Ketua diskusi harus bertindak tegas dan bijaksana. Pada saat yang sama, ketua hanya mengizinkan seorang saja yang berbicara. Setiap penanya harus mendaftarkan diri untuk bertanya misalnya dengan mengacungkan tangan.

5. Memberi kesempatan kepada setiap orang yang ingin mengemukakan pendapat. Prioritas hendaknya diberikan kepada oarng yang belum mendapat kesempatan bertanya.

6. Menjaga agar minat para peserta tetap besar.

7. Menjaga agar diskusi tetap bergerak maju. Ketua harus mengarahkan diskusi untuk mencapai tujuan diskusi.

8. Mencatat hal-hal yang penting selama diskusi berlangsung.

9. Membuat rangkuman singkat pada akhir diskusi. Rangkuman ini merupakan hal-hal yang disepakati dalam diskusi penceramah dan peserta diskusi. Hal-hal yang belum disepakati termasuk yang harus dimasukkan ke dalam rangkuman.

Makna “ yang disepakati” adalah pendapat/temuan dengan argumentasi/bukti yang paling kuat. Jika argumentasi sama kuatnya, ketua mengategorikan hal tersebut sebagai hal “ yang belum disepakati”. Hal yang tidak disepakati ini dapat menjadi dasar bagi peserta diskusi untuk meneliti kembali sehingga dapat mendapatkan jawaban yang lebih benar dengan bukti yang lebih kuat.

Berikut ini sejumlah hal yang harus diingat oleh ketua/moderator diskusi :

Harus :

1. Mengajukan pertanyaan yang “provokatif”.

2. Menjadi pendengar yang baik.

3. Berpikiran terbuka.

4. Menjamin peran serta yang merata.

5. Memimpin dengan kemahiran memimpin.

6. Menangkap makna pembicaraan pembicara.

7. Berpikir mendahului kelompok.

8. Mendorong peserta diskusi untuk berpikir.

9. Menumbuhkan suasana saling membantu

10. Berusaha sensitif

11. Berlaku jujur tentang hal yang tidak dikuasai.

12. Bersikap bersahabat.

Jangan :

1. Memaksakan pendirian sendiri.

2. Berselisih.

3. Bersilat lidah.

4. Mencemooh.

5. Berbicara terlalu banyak.

6. Bertingkah berlebihan.

7. Lupa diri.

8. Mengalami kehilangan kesabaran.

9. Terlambat memulai diskusi.

10. Terlambat menutup diskusi.

11. Bersikap angkuh.

12. Bersikap terlalu serius.

13. Menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti peserta.

14. Mencela diskusi.

Pembicara/pemakalah

Hal-hal yang harus dilakukan oleh pemakalah yang baik :

1. Pemakalah harus menulis/berdiskusi sesuai dengan topik yang diminta atau dengan tujuan diadakannya diskusi. Untuk keperluan ini. Pemakalah harus membaca dengan cermat apa yang diminta dan apa yang tercantum dalam term of reference.

Sekiranya tidak setuju dengan topik yang diminta, pemakalah harus segera menghubungi panitia pengarah guna merundingkan perubahan ini supaya tidak menyimpang dari tujuan diskusi.

2. Pemakalah datang tepat pada waktunya.

3. Pemakalah mencoba terlebih dahulu alat bantu yang akan digunakan.

4. Waktu berbicara, pemakalah menjaga kontak mata dengan hadirin dan tidak hanya melihat ke layar tayangan.

5. Pemakalah mengakui argumentasi yang lebih kuat (tidak berdebat kusir).

6. Pemakalah mengakui jika tidak mengetahui sesuatu yang ditanyakan peserta.

7. Pembicara tidak menganggap adanya pertanyaan yang tolol.

8. Pembicara tidak melebihi waktu yang disediakan untuknya.

9. Pembicara mengusai permasalahan.

10. Pembicara menggunakan alat bantu secara efektif.

Peserta /pendengar

Peserta diskusi yang sopan dan etis akan memperhatikan hal-hal berikut ini :

1. Turut mengambil bagian dalam diskusi.

2. Berbicara hanya kalau sudah diizinkan moderator.

3. Berbicara dengan tepat, tegas, lugas, dan jelas.

a) Jangan menjadi pemakalah tandingan.

b) Hindarkan menggunakan kata-kata”pendahuluan” yang terlalu banyak (kita harus ingat bahwa orang lain menunggu giliran untuk berbicara).

c) Hindarkan kata-kata gagah yang maknanya kurang dikuasai.

4. Menunjang pertanyaan/pernyataan dengan fakta-fakta, contoh-contoh, dan pendapat para ahli yang sesuai / relevan.

5. Mengikuti diskusi dengan penuh seksama. Jika Anda tidak berminat terhadap topik diskusi, jangan memenuhi undangan yang diberikan kepada anda.

6. Mendengarkan dengan penuh perhatian.

7. Bertindak sopan dan bijaksana.

8. Mencoba memahami pendapat orang lain.

9. Menghadiri diskusi dengan hati yang bening tanpa preconditioned thinking.

Kiat untuk Menjadi

Pendikusi yang Sukses

1. Menguasai the state of the art

Permasalahan

Pendiskusi yang baik adalah orang yang sungguh-sungguh siap. Siap berarti menguasai materi dan menguasai peraturan main. Cara yang tepat untuk penguasaan ini adalah membaca sebanyak-banyaknya tentang semua materi yang relevan yang menyangkut perkembangan-perkembangan yang terbaru.

Dalam diskusi ilmiah menguasai semua teori yang relevan dan yang meliputi perkembangan yang baru sangat penting. Dalam diskusi ilmiah, siapa yang menguasai the state of the art dialah yang merupakan bintang diskusi. Siapa yang paling lemah dalam berargumentasi, dialah yang menjadi bulan-bulanan. Mengusai the state of the art suatu materi berarti memenangkan argumentasi dan mungkin menjadi juru selamat diskusi dari berbagai kesimpulan yang sudah basi.

2. Menguasai bahasa Indonesia

dan asing yang baik dan benar

Semua pendiskusi (pembicara, moderator, peserta biasa) yang efektif adalah yang dapat menyatakan pikirannya dalam susunan yang logis dan sistematis. Membuat kalimat yang sederhana, tepat dan benar lebih sulit daripada membuat kalimat-kalimat panjang dan rumit.

Semakin sederhana suatu kalimat, semakin mudah dimengerti dan semakin menjamin kelancaran diskusi. Untuk ini para pendiskusi harus berlatih bukan hanya dalam bahasa tulisan tetapi juga bahasa tutur.

PENUTUP

Betapa pun banyaknya kursus yang kita jalani dan pendidikan yang kita tempuh, motivasi juga yang menjadi modal utama yang menentukan keberhasilan. Perbuatan etis sering dihadapkan kepada pilihan antara kepentingan pribadi dan kepentingan orang lain (individu, masyarakat, negara). Orang dapat iklas mendahulukan kepentingan orang lain jika mempunyai motivasi yang etis. Seperti kata Aristotoles, hidup yang tidak bermakna tidak ada artinya. Penulis percaya, latihan dan sadar diri dapat menciptakan motivasi yang etis pada setiap manusia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Universitas Lampung yang telah mengizinkan penulis untuk menggunakan fasilitas Unila dan untuk menyajikan makalah ini.

Ucapan terima kasih ini disampaikan juga kepada Iin yang telah mau mengorbankan hari Minggunya untuk membantu penulis.

REFERENS

Beveridge, W. I. B. 1957. The Art of Investigation.

W. W. Norton & Co. New York. 178 pp.

Ehrlich, Eugene dan Gene R. Hawes. 1991. Komunikasi

Lisan: Teknik Berbicara yang Membawa Anda ke Jenjang

sukses. Diterjemahkan dari Speak for Success.

Dahara Prize. Semarang. 163 hlm.

“Ethics.” 1979. Encyclopaedia Britannica 6, 976 – 997.

Materka, Pat R. 1990. Lokakarya & Seminar : Perencanaan,

Pelaksanaan, Pemanfaatan. Diterjemahkan dari Workshop &

Seminar : Planning, Producing, and Profiting oleh A.G.

Lunadi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 181 hlm.

RI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1984. Tata Krama

Pergaulan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Jakarta. 60 hlm.

_____________________________________. 1990. Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1990 ten-

tang Pendidikan tinggi. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan RI. Jakarta. 90 hlm.

Salomon, Robert C. 1987. Etika. Diterjemahkan oleh

R. Andre Karo –Karo. Erlangga. Jakarta. 166 hlm.

Suriasumantri, Jujun S. 1985. Filsafat Ilmu: Suatu Pengantar

Populer. Sinar Harapan. Jakarta. 384 hlm.

Verhaak, C. dan R. Haryono Imam. 1989. Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Gramedia. Jakarta. 194 hlm.

Wiyanto, Asul. Tanpa tahun. Pidato, Ceramah, dan Diskusi.

CV Bintang Pelajar. Gresik. 151 hlm.

He sees what he knows

goethe

Postingan Populer